Solusi Perempuan Pesisir untuk Krisis Air Bersih dan Sampah

Perempuan pesisir di Indonesia terus menunjukkan kekuatan dan inisiatif mereka dalam mengatasi krisis air bersih dan sampah. Dari Tangerang hingga Lombok, cerita mereka adalah bukti bahwa perubahan bisa dimulai dari aksi kecil di komunitas. Perjuangan perempuan pesisir bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga tentang mempertahankan martabat, ruang hidup, dan masa depan generasi berikutnya.

Tangerang: Beban Berat Perempuan di Kampung Dadap

Rosita, warga Kampung Dadap, Tangerang, berbagi tentang beratnya beban perempuan di wilayah pesisir ini. Layanan PDAM yang tersedia mahal dan tidak layak. Airnya sering kali berbau, berwarna, dan berasa tidak enak. Alternatifnya adalah membeli air pikulan seharga Rp 14.000 per jeriken, yang tidak terjangkau bagi sebagian besar warga.

Ketika musim hujan tiba, kondisi semakin memburuk. Banjir tidak hanya mengganggu layanan air bersih, tetapi juga mencemari sumber air yang ada. Selain itu, sampah rumah tangga dan limbah kerang berserakan di sekitar pemukiman, memperburuk kesehatan lingkungan. Rosita, seperti perempuan lainnya, harus mengambil peran besar dalam memastikan keluarga mereka tetap mendapatkan air bersih, bahkan jika itu berarti mengurangi pengeluaran lain yang penting.

Dampak reklamasi juga menjadi perhatian utama. Wilayah Kampung Dadap semakin terhimpit, sementara hak atas ruang hidup warga belum mendapatkan kejelasan. Perempuan pesisir di sini sering kali menjadi suara paling vokal dalam memperjuangkan hak mereka atas lingkungan yang layak. KPPI Tangerang berkomitmen untuk mendukung masyarakat, terutama perempuan, dengan mendorong DPRD dan PDAM menyediakan layanan air bersih yang lebih terjangkau dan berkualitas. Langkah ini memberikan harapan baru bagi perempuan seperti Rosita, yang terus berjuang demi keluarganya.

Lombok: Biaya Mahal untuk Air Bersih

Di Lombok, perempuan pesisir menghadapi tantangan besar dalam mendapatkan akses air bersih. Banyak keluarga harus mengeluarkan hingga Rp 1,2 juta per bulan untuk membeli air tangki. Biaya ini sangat memberatkan, terutama bagi keluarga yang menggantungkan hidup pada sektor perikanan atau pengolahan hasil laut seperti rumput laut. Tidak jarang, perempuan harus memilih antara membeli air bersih atau memenuhi kebutuhan lain yang tidak kalah penting.

Tumpukan sampah di pantai menambah daftar panjang masalah yang mereka hadapi. Sampah-sampah ini tidak hanya mengganggu ekosistem laut, tetapi juga menurunkan hasil tangkapan nelayan. Perempuan di Lombok, yang banyak terlibat dalam pengolahan hasil laut, merasakan dampaknya secara langsung pada penghasilan mereka.

Namun, mereka tidak tinggal diam. Dengan dukungan KPPI Lombok Timur, perempuan pesisir mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan proyek pemasangan pipa air bersih yang dapat melayani lebih banyak dusun. Mereka juga mengadvokasi peningkatan debit air menjadi 150 liter per detik pada tahun 2025. Rencana pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di kawasan Jerowaru dan Keruak menjadi harapan lain untuk mengatasi masalah limbah yang semakin mendesak.

Peran KPPI dalam Memperjuangkan Hak Masyarakat Pesisir

Dukungan dari organisasi seperti KPPI (Kelompok Perempuan Pesisir Indonesia) menjadi sangat penting dalam upaya ini. KPPI tidak hanya menyediakan ruang bagi perempuan untuk menyuarakan masalah mereka, tetapi juga menjadi jembatan antara komunitas pesisir dan pemerintah.

Di Semarang, KPPI bekerja sama dengan pemerintah untuk mengidentifikasi lokasi pengelolaan sampah yang legal dan aman. Langkah ini membantu mencegah pembuangan sampah sembarangan yang sering memperburuk kondisi sanitasi di wilayah pesisir. Di Bangkalan, KPPI mendorong perumusan Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur tata kelola sampah dan kebersihan lingkungan. Peraturan ini diharapkan mampu menciptakan perubahan jangka panjang yang berkelanjutan.

Sementara itu, di Lombok, KPPI memastikan aspirasi masyarakat pesisir masuk ke dalam program pemerintah daerah. Mereka mendampingi perempuan dalam pelatihan pengelolaan hasil laut, seperti produksi kerupuk cangkang kepiting dan pengemasan rumput laut, yang tidak hanya meningkatkan ekonomi keluarga, tetapi juga memberikan solusi atas limbah laut.

Beban Berlapis dan Perjuangan Tak Kenal Lelah

Perempuan pesisir menghadapi beban berlapis dalam kehidupan sehari-hari. Mereka bukan hanya bertanggung jawab mengelola rumah tangga, tetapi juga harus memastikan kebutuhan dasar seperti air bersih dan sanitasi terpenuhi. Pada saat yang sama, mereka sering kali menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, terutama ketika hasil tangkapan nelayan menurun akibat kerusakan lingkungan.

Namun, perempuan pesisir juga menunjukkan semangat juang yang luar biasa. Mereka memahami bahwa perubahan besar dimulai dari langkah kecil, seperti mengorganisir komunitas untuk membersihkan pantai, mendorong kebijakan lokal yang lebih berpihak, atau berpartisipasi dalam program pelatihan yang meningkatkan keterampilan dan pendapatan.

Dari perjuangan mereka, kita belajar bahwa solusi terhadap krisis air bersih dan sampah harus melibatkan perempuan sebagai agen perubahan. Mereka adalah penjaga lingkungan dan pemimpin komunitas yang memiliki visi untuk masa depan yang lebih baik. Dengan dukungan yang tepat, perempuan pesisir mampu menciptakan perubahan nyata yang berdampak positif tidak hanya bagi komunitas mereka, tetapi juga bagi lingkungan secara keseluruhan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *